Popular Posts

Tuesday, June 30, 2009

Industri Penyulingan Minyak Nilam Terbentur Modal

KUNINGAN : Sejumlah industri penyulingan minyak nilam di Kabupaten Kuningan, kini dihadapkan beberapa persoalan antara lain kurangnya permodalan dan turunnya harga minyak nilam.

Kendati begitu, mereka masih bertahan karena usaha industri penyulingan minyak nilam masih berpeluang cerah, paling tidak masih bisa menutupi biaya produksi salah satu komoditi andalan Kabupaten Kuningan itu

"Industri minyak nilam masih bertahan, walau harga minyak nilam sekarang ini sedang turun," kata Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kuningan, Hidayat Mu'min, Selasa (23/6).

Hidayat menjelaskan, harga minyak nilam sekarang ini Rp250 ribu per liter. Sebelumnya, beberapa tahun lalu pernah mencapai Rp satu juta per liter.

Menurut dia, untuk menangani persoalan yang dihadapi para pengusaha industri minyak nilam, pihaknya akan memfasilitasi agar para penyuling mampu mendirikan koperasi.

"Dengan membentuk wadah koperasi, diharapkan mampu mengatasi semua persoalan yang sering dihadapi oleh penyuling minyak nilam," paparnya.

Selain itu, dia juga mengharapkan agar penyuling minyak nilam memiliki kegiatan yang lengkap seperti TDP, SIUP dan kelengkapan usahanya. Hal itu untuk mempermudah terutama mendapatkan pinjaman modal dari perbankan.

"Saya harapkan mendirikan penyulingan di tempat yang beresertifikat, kalau bersertifikat kan ada kepercayaan dari perbankan, sehingga pinjaman sesuai kepercayaan bank," imbuhnya.

Manisnya Harga Gula Belum Dinikmati Petani Tebu Cirebon

CIREBON : Ditengah tingginya harga gula di pasar swalayan, yang mencapai Rp8.000 per kg, ternyata harga ditingkat petani tebu masih jauh dibawah harga tersebut. Pada penjualan secara lelang pekan lalu, harga gula putih milik petani hanya laku terjual Rp6.930 per kg.

Harga tersebut jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan harga lelang gula di Jawa Tengah, dima asehari sebelumnya harga lelang mencapai Rp7.100 per kg.

Ketua DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar Anwar Asmali mengatakan turunnya harga gula karena pasokan gula saat ini sudah mulai banyak, seiring dimulainya musim giling tebu diseluruh wilayah sentra pertanian tebu di Jawa, termasuk cirebon.

"Tapi saya memang mencurigai adanya ketidak wajaran dengan turunnya harga gula lelang. Kami akan selidiki itu," katanya.

Anwar sendiri mencurigai adanya gula impor yang mulai masuk membanjiri pasar. Namun itu harus dibuktikan terlebih dulu dilapangan.

Para petani sendiri menyatakan kecewa dengan harga lelang yang jauh dibawah permintaan. Petani sendiri berharap harga gula lelang bisa mencapai Rp7.500 per kg. Namun distributor sangat alot memenuhi permintaan petani dengan alasan harga gula sedang turun. Distributor bahkan menyatakan harga tersebut masih bagus, karena dalam lelang berikutnya bisa jadi harga akan turun.

Pemerintah sendiri menetapkan harga dasar pembelian gula petani seharga Rp5.350 per kg yang menjadi pegangan distributor.

Kepala BKPP Wilayah Cirebon Ano Sutrisno menyatakan lebih baik lelang gula dilakukan cukup sekali yaitu diawal musim giling. Dengan cara itu maka harga gula petani bisa jauh lebih mahal dan tidak terganggu naik turunnya harga gula dipasar.

Sistem lelang masih belum memberikan yang terbaik bagi petani. Demikian juga dengan dana talangan, karena meski harga lelang diatas harga dasar, selisih harga tidak akan seluruhnya diterima petani. Petani hanya menerima 60% dari selisih harga dan 40% untuk distributor yang yang memberikan dana talangan. Jika distributor itu menang lelang, maka harga dibayar tentunya tidak sebesar harga lelang karena sudah dipotong selisih harga tersebut.

Friday, June 12, 2009

Tak Ada Target Peningkatan Wisatawan dari PBSF


CIREBON : Pekan Budaya Seni dan Film Nusantara yang akan berlangsung di tiga keraton Kota Cirebon tanggal 15-20 Juni mendatang, bakal kurang greget. Pasalnya, sosialisasi kegiatan ini masih sangat minim.

Disporabud Kota Cirebon sendiri mengakui tidak ada target khusus terkait peningkatan jumlah wisatawan yang akan hadir saat pagelaran tersebut.

”Ini merupakan kegiatan pusat, kami hanya jadi tuan rumah. Kalau ditanya peningkatan wisatawan, ini tergantung dari gaung acaranya. Dan diakui memang masih banyak yang belum tahu,” kata Kadisporabud, H. Wahyo.

Sementara itu Mahendra, Humas PBSF mengatakan sosialisasi dan promosi serta pemberitahuan akan adanya acara budaya tingkat nasional tersebut sudah maksimal dilakukan. Selain memasang pengumuman di koran juga melalui media kereta api.

”Saya berharap akan banyak pengunjung. Acara ini memang baru yang pertama dilakukan dan jika sukses akan berlanjut didaerah lain sebagai agenda tahunan,” katanya.

PBSF Nusantara ini akan dihadiri 11 UPT Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Depbudpar yaitu dari Bandung, Makasar, Padang, Tanjung Pinang, Aceh,Pontianak, Papua, Menado, Ambon, Jogjakarta dan Bali.

”Mereka akan menampilkan sejumlah kesenian menarik dari daerah masing-masing.”

Cadas Pangeran Terancam Ambruk

CIREBON : Jalan Cadas Pangeran Kabupaten Sumedang sudah tidak mampu lagi menahan berat beban angkutan batu bara. Saat ini bahkan kondisinya sudah dianggap kritis dan tidak layak dilalui oleh kendaraan berat .

Kadishub Jabar Dodi Cahyadi mengatakan kapasitas Cadas Pangeran di Kabupaten Sumedang maksimal hanya untuk kendaraan dengan berat maksimal 10 ton, namun pada kenyatannya masih banyak kendaraan yang lewat dengan kapasitas diatas 10 ton.

"Sudah selama 7 tahun angkutan batu bara melintasi Cadas Pangeran, dan saat ini sudah mencapai titik kritis sehingga harus dihentikan," ujarnya.

Dodi menjelaskan, kekritisan Cadas Pangeran secara kasat mata dapat dilihat ketika angkutan batu bara lewat, jalan tersebujt akan terasa bergetar. Terlebih jika truk tersebut melintasinya secara berkonvoi.

Sementara itu Kadishub Kabupaten Sumedang Ade Setiawan ada retana di Cadas Pangeran dan jika dibiarkan bisa membahayakan.

"Saat ini sudah sangat terasa jalan tersebut bergoyang," katanya.

Penyebab utama, kata dia, adalah angkutan batu bara yang melebihi batas kapasitas. Menurut Ade, kapasitas truk batu bara hanya 20 ton namun selama ini rata-rata truk melintas dengan berat hingga 32 ton.

Dalam pertemuan tersebut akhirnya disepakati angkutan batu bara tidak akan lagi melintasi Cadas Pangeran namun harus memutar arah jika akan mengangkut batu bara menuju ke Bandung, Jakarta atau Purwakarta.

Kadishub Jabar Dodi Cahyadi mengatakan pengusaha sepakat untuk melintasi jalur pantura yaitu dari Cirebon menuju Purwakarta lalu langsung menuju ke Bandung.

"Truk batu bara dengan muatan tidak boleh lagi masuk Cadas Pangeran, namun jika dalam keadaan kosong tetap diperbolehkan melintasinya," kata dia.

Dia mengatakan pelaksanaan keputusan itu masih menunggu kesepakatan para pengusaha batu bara lainnya karena dalam pertemuan itu hanya dihadiri delapan orang dari 32 orang pengusaha batu bara yang ada di Pelabuhan Cirebon.

"Ini keputusan darurat dan harus segera dilaksanakan. Sementara untuk solusi jangka panjang masih harus dibicarakan dengan pengusaha angkutan untuk merumuskan formula agar sama-sama untung."

Sementara itu seorang pengusaha batu bara, Direktur PT ABRA, Purwoko mengatakan siap melaksanakan keputusan dan perintah dari Dishub namun berharap tidak hanya angkutan batu bara saja yang dilarang melintas.

"Jangan tebang pilih. Kendaraan yang melebihi batas muatan selain batu bara juga banyak, kok," katanya.

Selain itu, pengusaha juga harus menanggung tambahan biaya jika harus melintasi jalur pantura. Dia mengatakan untuk tambahan ongkos solar saja mencapai Rp350.000 per truk sekali jalan (rit).

"Harus diambil langkah yang tidak merugikan semua pihak."

Wednesday, June 10, 2009

Ekspor Ikan Cirebon Masih Jalan Meski Sulit Bahan Bakunya


CIREBON : Pasokan bahan baku yang kurang dan pergerakan kurs rupiah
terhadap dolar masih menjadi kendala utama ekportir ikan asal Kota
Cirebon.

Direktur PD. Sambu Budiono Go mengatakan eksportir sangat tergantung
dari pasokan ikan dari nelayan, namun kini nelayan Cirebon sudah
semakin sulit mendapatkan ikan.

"Pasokan ikan dari nelayan Kota Cirebon sudah semakin sedikit, tentu
mengganggu rencana ekspor ikan," ujarnya kepada Bisnis, kemarin.

PD Sambu merupakan salah satu perusahaan pengolahan ikan yang seluruh
hasil olahannya diekspor. Negara tujuannya terutama adalah China dan
sebagian lainnya untuk Hongkong dan negara Asia lain.

Karena sulit mendapatkan pasokan ikan dari Cirebon, kata dia, pasokan
ikan laut kini lebih banyak diperoleh dari nelayan di Tegal,
Pekalongan dan Pemalang Jateng.

Namun, diakui Budiono, meski pasokan bahan baku masih seret, rata-rata
ekspor ikan setiap bulannya mencapai 5 kontainer atau sekitar 100 ton
per bulan. Jenis ikan yang diekspor antara lain ikan kurisi,
acang-acang dan remang.

"Kami sudah tidak lagi kesulitan untuk ekspor langsung ke China
melalui Jakarta. Semua persyaratan termasuk HASAP sudah dimiliki,"
katanya.

Budiono menambahkan selain bahan baku, kurs rupiah terhadap dolar juga
sangat mempengaruhi pemasukan perusahaannya.

Sementara itu Kasie Perikanan pada Dinas Kelautan, Pertanian,
Perikanan dan perkebunan (DKP3) Kota Cirebon Dedi Supriadi mengatakan
hingga April nelayan di Kota Cirebon memang masih kesulitan
mendapatkan ikan karena gangguan gelombang tinggi meski sebenarnya
saat ini sedang musim ikan dilaut.

"Selain itu, biasanya ikan hasil tangkapan nelayan dipasok ke pabrik
di Jakarta bukan untuk pabrik Cirebon sehingga memang menyulitkan
pasokan bahan baku pabrik pengolahan ikan di Cirebon," katanya.

Dedi menambahkan Kota Cirebon memiliki 5 eksportir pengolahan hasil
laut, 4 eksportir berlokasi di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Kejawanan, yaitu PT Pan Putra Samudera dan PD Sambu. Dua ada di
Kelurahan Panjungan yaitu PT Sheraton dan PD Jaya Sakti dan satu PT
Biotech Surindo dibidang pengelolaan Chitin untuk bahan baku Chitosan.

"Saya sempat khawatir dengan PD Sambu.Namun dengan perbaikan pabrik
dan HASAP perusahaan ini bisa langsung ekspor ke China. Sementara
Sheraton urung ekspor dan memilih untuk kawasan lokal saja," katanya.

Dedi menyebutkan selama tahun 2008 total produksi perikanan tangkap
mencapai 2.433 ton atau sebulannya mencapai lebih dari 200 ton dengan
nilai mencapai Rp5,79 miliar pertahun.

Selama musim gelombang tinggi,kata dia, separuh kapal penangkap ikan
yang berlabuh di Pelabuhan Perikanan Kejawanan Nusantara (PPKN) tidak
melaut atau hanya sebanyak 30 kapal dari total 65 kapal berukuran 10 -
115 GT.

"Dengan asumsi hanya 30 kapal yang melaut maka sejak November hingga
Februari, produksi ikan tangkap berkurang separuhnya, atau hilang
sekitar 400 hingga 450 ton."

Hadi, Awali Direct Ekpor Mangga dari Cirebon


USIANYA masih sangat muda, baru 25 tahun. Kuliahnya pun masih belum
tuntas, masih menyelesaikan semester akhir di Fakultas Ekonomi, Kampus
Unswagati Kota Cirebon. Namun, andilnya dalam membuka pasar ekspor
mangga langsung dari Cirebon ke Singapura patut diacungi jempol.

Ahmad Abdul Hadi, mulai mengekspor mangga sejak setahun lalu. Tahun
ini merupakan tahun keduanya melanjutkan bisnis ekspor mangga gedong
gincu dan arum manis. Dan dia menjadi satu-satunya di Cirebon yang
direct ekspor mangga, tanpa perantara.

Diceritakan Hadi, untuk bisa langsung ekspor buah ke Singapura
tidaklah mudah. Perlu waktu yang panjang untuk mencari buyer,
melakukan kontak bisnis hingga disepakati kontrak ekspor.

"Yang terakhir bahkan baru bulan Mei disepakati salah satu kontrak
ekspor, setelah sejak awal tahun melakukan kontak," katanya kepada
Bisnis belum lama ini.

Sulitnya mengekspor langsung ke luar negeri disebabkan buyer selama
ini selalu menjadikan bisnisnya hanya sebagai penyuplai buah bagi
eksportir diluar Cirebon. Namun setelah sekitar 35 tahun menjadi
penyuplai buah-dilakukan oleh ayahnya- dia berfikir perlu mencoba
untuk ekspor langsung.

Selain itu, ketatnya persyaratan serta sulitnya memenuhi permintaan
eksportir yang bermacam-macam. Pasokan ketersediaan buah mangga gincu
juga masih menjadi kendala, terutama untuk kualitas buah yang masih
harus diawasi dengan ketat. Namun karena sudah menjadi niat, rencana
ekspor langsung pun terus diupayakan. Mangga gincu pun langsung
dipasok dari petani di sentra mangga gincu, Desa Sedong Kabupaten
Cirebon.

Dengan dukungan ayahnya, H. Sukarya, dan bernaung pada CV Sumber Buah
(SAE), Hadi kemudian mencari pembeli melalui internet dan melakukan
kontak bisnis dengan kenalan lama ayahnya di Singapura.

Singapura menjadi tujuan pertama mencari pembeli mangga, karena mangga
gedong gincu ternyata sangat disukai di negeri tersebut. Dan pada
tahun 2008, pengiriman ekspor pertama ke Singapura pun bisa
dilakukan, meski dalam jumlah kecil. Dia dan ayahnya masih
berkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan mangga dipasar lokal dan
nasional.

"Buyer dari Singapura sebelumnya mitra, baru ketahuan setelah bertatap
muka langsung di Singapura. Sebenarnya dia sudah bangkrut namun
akhirnya mau kembali berbisnis mangga gincu dan kita yang suplai.
Alhamdulillah kini sudah masuk tahun kedua."

Tahun 2009, ekspansi ekspor tengah dibidik Hadi. Kontrak ekspor mangga
dengan dua pembeli dari Malaysia sudah didapat dan sedang mencoba
membidik pasar Dubai (timur tengah)

Dengan eksportir Singapura, tahun ini rencananya akan mengekspor
mangga berbagai jenis dengan komposisi masih terbanyak mangga gedong
gincu (80%). Jumlahnya mencapai 200 ton.

Sementara untuk Malaysia dan Dubai masih di jajaki, namun dia
menargetkan bisa mengeskpor mangga tahun ini sebanyak 1000 ton
langsung dari Cirebon.

Hadi masih belum puas. Ekspor buah tidak hanya untuk jenis mangga
saja. CV SAE yang beralamat di Jl Sultan Ageng Tirtayasa, Kedawung itu
harus bisa mengekspor komoditi buah lain. Dan yang sedang dibidik
adalah salak pondoh.

"Saya sudah berhasil mendapatkan pembeli di Hongkong, namun syarat
ekspor salak jauh lebih ketat dari pada mangga, masih dijajaki,"
katanya.

Untuk memuluskan rencana ekspor salak, dia berencana memasok salak
langsung dari Jogja dan Banjar. Desain untuk pengepakan pun dibuat
sendiri sesuai permintaan buyer. Buyer menginginkan pengepakan
dilakukan dengan kotak yang praktis dan tidak menyulitkan konsumen
saat membawa buah.

Buah lain yang rencananya juga akan dicoba untuk ekspor adalah buah
duku dengan pasar timur tengah.

Upaya yang dilakukan Hadi membuat para petani mangga di Desa Sedong
Kabupaten Cirebon sudah bisa bernafas lega. Panen mangga gedong gincu
yang akan berlangsung pada Bulan Juni ini sudah dibeli demikian pula
dengan panen raya yang akan berlangsung bulan November mendatang.

"Mas Hadi sudah membantu petani mangga dengan kepastian pasar, tinggal
kami petani yang berupaya untuk menjaga kualitas buah agar layak
ekspor," ujar Haerudin, petani mangga Gincu.

Nah, jika anda jalan-jalan di Singapura dan melihat buah mangga gedong
gincu, bisa jadi mangga itu berasal dari Cirebon. Apalagi jika pada
buah tersebut tertempel stiker bulat berukuran kecil bertuliskan SAE.
Sudah pasti itu adalah hasil ekspor dari Hadi.

Tebung Ubi Kuningan Butuh Pembeli


KUNINGAN : Kalah bersaing dengan tepung terigu, produksi tepung ubi
oleh Kelompok Usaha Bersama Panajaya Agrolestari di Kabupaten Kuningan
berhenti total.

Produksi dan Pemasaran Kelompok Usaha Bersama Panajaya Agrolestari
Abeng Joe mengatakan sejak diresmikan pada Juli 2008 lalu, pabrik
kecil milik kelompok tani tersebut hanya berproduksi sekali saja.

"Produksi pertama pada Februari 2009 lalu, dalam tiga hari mampu
menghasilkan 15 ton tepung ubi. Sayangnya, sampai saat ini hasil
produksi itu tidak laku dipasar. Jadi sekali giling langsung di stop,"
ujarnya kepada Bisnis, kemarin.

Ahmed mengatakan pabrik tersebut dibangun atas bantuan dari Pemprov
Jabar melalui program PPK-IPM dengan dana sekitar Rp3 miliar.
Diantaranya Rp250 juta digunakan untuk membangun pabrik tepung,
sisanya digunakan untuk program pendukung yaitu pembuatan pabrik
gaplek kering.

Program ini dilakukan oleh enam desa di Kabupaten Kuningan yang
menjadi sentra penghasil ubi. Namun sayang program ini tidak lancar
dalam penyaluran hasil produksinya.

Ahmed mengatakan, terhentinya program pemerintah dalam memberdayakan
petani ubi dengan pembuatan tepung terkendala persaingan harga dengan
tepung terigu.

Menurut Ahmed, harga tepung ubi saat ini, setelah bea masuk tepung
dihapus, tidak jauh berbeda dengan tepung terigu. Pabrik roti atau kue
kering pun masih enggan mengganti bahan baku tepung terigu dengan
tepung ubi.

"Mereka bisa membeli tepung ubi jika harganya murah sekitar Rp3.500
per kg. Itu tidak mungkin sebab BEP minimal pada harga Rp4.500 per
kg."

Ahmed menyebutkan harga tepung ubi kini mencapai Rp115.000 per 25
kg(satu sak) sementara tepung terigu seharga Rp115.000 per 20 kg.
Idealnya harga tepung ubi 70% lebih murah dari tepung terigu.

Sebenarnya, kata Ahmed, pabrik yang telah dibangun itu mampu
memproduksi 7 ton tepung terigu dengan kadar rendemen 30% dari bahan
baku ubi dalam satu shift kerja (delapan jam). Dalam sehari mampu
bekerja dalam dua shift atau satu bulan (24) hari bisa memproduksi 336
ton. Namun saat musim penghujan hanya mampu memproduksi 4 ton karena
kadar air ubi jauh lebih besar.

Ahmed menambahkan, harga tepung ubi tidak bisa diturunkan lagi karena
bahan baku ubi sudah mahal. Upaya menurunkan harga ubi jelas sulit
dilakukan karena petani enggan merugi.

Dia menyebutkan dalam satu hektar lahan bisa menghasilkan 17 ton ubi
dan dijual seharga Rp800-1000 ditingkat kebun.

Namun Ahmed optimis dalam jangka waktu 20 tahun konsumsi tepung terigu
akan beralih ke tepung ubi sekitar 5% dari kebutuhan konsumsi tepung
yang mencapai 4 juta ton pertahun.

Sebenarnya tawaran ekspor tepung ubi dari buyer di Kamerun sudah masuk
namun realisasinya masih belum jelas. Penawaran datang dari eksportir
Purwokerto , Jateng sebesar 39 ton per dua minggu. (K41)

Perumnas Cirebon Buka Pasar RSh di Majalengka

CIREBON : Perumnas Cabang Cirebon pertengahan tahun 2009 mulai memasarkan rumah bersubsidi di Kabupaten Majalengka tipe 27 dan 30, setelah sebelumnya sempat terhenti dan hanya menjual stok rumah yang sudah terbangun.

Manager Perumnas Cabang Rachmadi Syukri mengatakan unit rumah yang akan dipasarkan berjumlah 55 buah berlokasi di Kecamatan Cikalong Kabupaten Majalengka, tidak jauh dari pusat kota.

"Perumnas mulai kembali menghidupkan lahan yang tertidur sejak kurang lebih tiga tahun lamanya. Setelah melakukan sejumlah survei, ternyata peminta RSh di Majalengka tinggi seperti halnya di Cirebon. Pertengahan tahun ini kami mulai memasarkan unit baru," ujarnya kepada Bisnis, kemarin.

Dia menambahkan kalangan PNS serta TNI/Polri sudah menyatakan minatnya untuk unit baru tersebut sementara untuk memudahkan penjualan rumah, Perumnas sedang menjalin kerjasama dengan PT Jamsostek dan Bank Bukopin.

"Untuk unit baru ini kami membangun berdasarkan permintaan pembeli yang sudah masuk bukan membangun terlebih dulu. Sebab pengalaman sebelumnya jika dibangun dulu, biaya perawatan rumah cukup mahal dan rentan rusak."

Selain mulai memasarkan unit baru di Kabupaten Majalengka, Perumnas Cabang Cirebon juga berencana membangun perumahan cluster di komplek perumahan Arum Sari Kabupaten Cirebon, selain tetap memasarkan RSh di komplek tersebut.

Menurut Rachmadi, rencana pembangunan (site plane) perumahan cluster tersebut sedang dibuat namun belum bisa memastikan waktu memasarkannya.

"Pembangunan perumahan khusus sangat memungkinkan dilakukan namun terlebih dulu Perumnas akan menata lingkungannya dan membuat pintu gerbang untuk perumahan yang sudah ada. Perumahan cluster adalah rencana jangka panjang," katanya.

Meski merupakan perumahan cluster, sebagai perusahaan milik pemerintah yang bertanggungjawab atas perumahan rakyat, Perumnas tetap akan menjual rumah bersubsidi tipe 27. Sisanya perumahan komersil dengan tipe 32,36 dan 45.

Rachmadi menambahkan saat ini konsumen tidak lagi hanya menanyakan rumah RSh saja namun sudah banyak yang ingin membeli rumah tipe besar non subsidi seperti tipe 36 dan 45. Kondisi ini membuatnya yakin akan bisa memasarkan perumahan cluster yang akan dibangun Perumnas.

Diperumahan Arum Sari Kabupaten Cirebon sendiri menurut Rachmadi tersisa lahan sekitar 17 hektare. Tahun ini akan berkurang sekitar 3,6 hektare karena akan dibangun rumah baru bersubsidi sebanyak 220 unit.